Peliput : Redho
GLOBAL BERITA, SURABAYA — Orang tua korban bullying di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Surabaya pertanyakan perkembangan laporannya ke polisi. Pasalnya, sejak Agustus 2022 atau 9 bulan usai pihaknya membuat laporan ke Polrestabes Surabaya, hingga kini tak ada kabar.
“Kami ingin tahu apa kesulitan perkara yang harusnya cepat ditindaklanjuti, namun sampai saat ini belum ada progres signifikan,” kata ayah korban, Harlawan dalam keterangannya, Jumat (26/5/2023).
Harlawan Wibawa melaporkan dua mahasiswa diduga pelaku bullying ke anaknya pada 22 Agustus 2022 lalu dengan nomor laporan ; LP/B/972/VIII/2022/SPKT/Polrestabes Surabaya. Ia berharap polisi dapat segera menindak kasus tersebut, secara transparan agar kedua terlapor dapat segera mendapat hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Mengingat nama baik sang putri sekaligus orang tua telah tercemar akibat perbuatan mereka.
“Jalur hukum itu harus berjalan agar kami merasa tidak ada diskriminasi, karena kami adalah warga Indonesia yang berhak untuk mencari keadilan siapapun itu orangnya dan dari derajat manapun kami berhak,” tegas Harlawan.
Untuk diketahui, dua mahasiswa fakultas hukum di Surabaya dipolisikan atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Diketahui, terlapor berinisial HRP dan DA adalah mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya.
Mereka dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, oleh pelapor Harlawan Wibawa Putra, orang tua korban. Diketahui putri pelapor adalah mahasiswi di universitas yang sama dengan terlapor.
Keduanya dilaporkan dengan dugaan, mendistribusikan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal yang dipakai adalah pasal 27 ayat (3) UU No.11 tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 310 ayat (1) KUHP
“Kejadian ini diawali dengan adanya satu pembicaraan di group media sosial mereka yang mengatakan, bahwa anak saya adalah anak pungut dan saya dianggap bukan orang tua asli. Tak hanya itu mereka juga mengolok-olok putri saya dihidupi sugar daddy atau ayam kampus,” ceritanya.
Selama tahun 2021 hingga 2022 pada saat pembelajaran daring, para terlapor ini belum pernah bertatap muka dengan putri pelapor. Anehnya dua terlapor itu sudah berani mengambil foto pelapor (HWP) dan putrinya sebagai bahan bullying di group media sosial.
“Sudah saya laporkan ke pihak universitas. Namun kami tetap menuntut mereka di jalur hukum melalui Polrestabes Surabaya,” ungkapnya
Bahkan, ia mengaku mengajukan banding kepada pihak rektorat untuk memberi efek jera dan hukuman sesuai perbuatan ke dua terlapor kepada sang putri.
Sebagai orang tua, HWP menyesalkan perlakuan dua mahasiswa itu. Putrinya yang dulu periang dan aktif kini harus menanggung malu atas sebaran tuduhan dan penghinaan kedua terlapor.
“Putri saya sampai saat ini sangat terganggu akibat perbuatan mereka karena belum mendapatkan hukuman,” kata Harlawan.