Peliput: Iskandar
GLOBAL BERITA– Release Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Atas Penahanan Terhadap 5 Orang Tersangka Oleh Kejari Aceh Barat Dalam Dugaan Kasus Korupsi Lokasi Penimbunan Musabaqah Tilawatil Qurán (MTQ) Kabupaten Aceh Barat Sebagaimana diketahui, bahwa sampai saat ini semenjak kasus dugaan korupsi atas lokasi penimbunan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang berada di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2020 lalu dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat. 07/06/2023
Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat mencatat bahwa Kejari Aceh Barat telah menetapkan 5 orang tersangka dan kemudian telah juga melakukan penahanan terhadap ke 5 orang tersangka dugaan korupsi pekerjaan proyek timbunan lokasi MTQ, tahun 2020, dengan Satuan Kerja berada dibawah Dinas Syariat Islam yang sumber anggarannya berasal dari Dana Otonomi Khusus (Otsus).Adapun dari dokumen yang kami dapatkan, jenis pekerjaan adalah pekerjaan konstruksi dengan metode pengadaan adalah tender, dengan nilai pagu paket mencapai Rp2.4 miliar dan nilai HPS Paket sebesar Rp2.3 miliar, dan dengan nilai kontrak Rp. 1,9 miliar dari pagu Rp2.4 miliar tersebut berdasarkan hasil pemenang tender yang dimenangkan oleh CV Berkah Mulya Bersama yang beralamat di jalan Banda Aceh Medan KM 8,5 Lambaro Aceh Besar – Aceh Besar.
Penahanan terhadap 5 orang tersangka kasus dugaan korupsi penimbunan lokasi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) 2020 tersebut setelah keluarnya hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh. Bahwa disebutkan oleh Kepala Kejari Aceh Barat, Siswanto mengatakan, berdasarkan hasil audit perhitungan oleh BPKP Perwakilan Aceh kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp. 399.442.623 dari nilai pagu paket sebesar Rp2.4 miliar.
Masih menurut Siswanto, pelaksanaan proyek tersebut hanya dikerjakan 9.029.63 m³ sehingga terjadi kekurangan volume sebesar 3.329,24 m³. Akan tetapi hasil yang dilaporkan pekerjaan sudah selesai sesuai dengan kontrak yang ditandatangani, dengan masa kerja 120 hari kalender. Dan selanjutnya pada tanggal 3 Desember 2020 antara tersangka SA selaku PPK dan tersangka MS selaku pelaksana pekerjaan timbunan tersebut sepakat menyatakan bahwa pekerjaan tersebut sudah selesai seratus persen sedangkan pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang enam puluh persen, dengan pertimbangan agar anggarannya dapat dicairkan seratus persen mengingat kontrak berakhir 29 Desember,” urai Siswanto.
Bahwa apa yang disebutkan oleh Kepala Kejari Aceh Barat, juga sebelumya sudah diutarakan oleh Wakil Ketua Satu Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli SE pada Januari 2021 lalu, yang menilai ada kejanggalan terkait proyek penimbunan lapangan MTQ di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan. Menurut Ramli, proyek senilai Rp1,9 miliar tersebut belum tuntas dikerjakan, namun anggaran kegiatan telah ditarik semua oleh rekanan. Padahal, menurutnya setiap kegiatan yang belum tuntas secara administrasi tidak dapat dibayar secara keseluruhan, tetapi hanya dibayarkan berdasarkan persentase pekerjaan.
Namun kemudian, Kepala DSI Kabupaten Aceh Barat, Muhammad Isa menampik tudingan tersebut. Ia mengaku jika pekerjaan proyek penimbunan lapangan itu telah usai dilakukan oleh rekanan.
Apalagi Kadis DSI menjelasakan, pihaknya sengaja tidak membersihkan ranting kayu sebelum ditimbun agar tidak terjadi penurunan tanah lantaran lokasi lapangan MTQ merupakan kawasan gambut. Kata dia, berdasarkan ketentuan dari konsultan, ranting kayu itu memang tidak bisa dibersihkan sebab jika dibersihkan maka lokasi tersebut menjadi terlalu dalam lahan gambutnya.
Ini artinya, seharusnya penyidik Kejari Aceh Barat harus kembali memanggil dan memeriksa Kepala DSI Aceh Barat. Bahwa apa yang telah disampaikan oleh Kadis DSI Aceh Barat kami duga adalah salah satu bentuk kebohongan dan mencoba untuk menutupi dugaan praktek korupsi atas proyek tersebut.
Tentunya, apa yang telah dilakukan oleh Kejari Aceh Barat tentunya patut diberikan apresiasi, ada proses penegakan hukum yang kemudian ditemukan titik terang soal perkara dugaan korupsi proyek penimbunan MTQ tersebut.
Dapat kami sebutkan, apa yang telah dilakukan oleh para tersangka korupsi adalah tindak pidana yang tidak mungkin tidak sengaja. Apalagi dari keterangan Kejari disebutkan tentang pekerjaan yang sebenarnya tidak seratus persen namun kemudian para tersangka berani melakukan pemalsuan data proyek fisik menjadi seratus persen selesai.
Bahwa kami melihat niat dari pelaku telah terpenuhi tentang unsur seperti merugikan keuangan negara dan/atau memperkaya diri sendiri secara melawan hukum, sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo. undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atas hal tersebut para maka ini disebut korupsi.
Adapun para tersangka yang sudah ditahan yaitu SA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), MS selaku pelaksana kegiatan dan Is selaku pemilik perusahaan, FA selaku direktur CV. Optimis Design dan AJ selaku pelaksana pengawasan dilapangan yang meminjam (menggunakan) CV. Optimis Design milik tersangka FA.
Yang menarik dari kasus dugaan korupsi penimbunan lokasi MTQ ini, bahwa kemudian tersangka FA selaku direktur CV. Optimis Design telah mendapat fee sebesar 5 persen dari nilai kontrak konsultan pengawasan. Sebagaimana disebutkan dalam media. M. Ali Akbar Aspidsus Kejati Aceh, tersangka FA sama sekali tidak pernah melakukan pengawasan terhadap pekerjaan timbunan lokasi MTQ Kabupaten Aceh Barat tersebut sedangkan tersangka AJ yang menggunakan CV. Optimis Design.
Atas dasar ini, kami Kembali meminta agar para tersangka tidak boleh berhenti terhadap ke 5 orang saja. Ada banyak kejanggalan yang telah tersiarkan dengan sendirinya, apalagi beberapa foto lapangan juga telah kami dapatkan.
Terakhir dapat kami sebutkan, ada kekwatiran dari kami, bahwa bukan tidak mungkin, beberapa proyek lainnya yang sedang berlansung atau sudah selesai dikerjakan juga diduga akan melakukan praktek yang sama, guna mengeruk keuntungan semata. Atas hal tersebut, kami mendesak dinas terkait untuk lebih mengoptimalkan proses pengawasan dilapangan dalam pengelolaan proyek, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan konstruksi dilakukan untuk memastikan proses pelaksanaan pekerjaan oleh Penyedia sesuai dengan ketentuan kontrak.