MINSEL, GLOBALBERITA – Jurino Tambajong Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mapalus, Desa Lopana, Kecamatan Amurang Timur menegaskan excavator bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pemanfaatannya sudah sesuai prosedur dan mekanisme.
Hal ini disampaikan Jurino Tambajong terkait tudingan penyalahgunaan excavator milik Pokdakan yang dipimpinnya oleh sejumlah oknum.
Pria yang biasa disapa Rino ini, mengaku heran dengan ulah sejumlah oknum yang mempermasalahkan urusan internal kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) yang dipimpinnya.
“Saya tak habis pikir dengan tudingan penyalahgunaan excavator milik Pokdakan yang diberikan Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bantuan ini diberikan ke Pokdakan kami tapi pihak luar yang sewot,” ujar Rino Tambayong.
Lelaki yang dikenal dekat dengan banyak kalangan ini memberikan jawaban mengenai polemik pemanfaatan satu unit excavator PC 55 Pindad bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sebagai ketua Pokdakan dirinya memastikan penggunaan alat berat yang dihibahkan Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan KKP tahun 2024 itu sesuai petunjuk teknis dan juklak penggunaan.
“Alat ini sesungguhnya digunakan untuk mendukung peningkatan produktivitas kelompok. Selain menunjang kegiatan budidaya perikanan, excavator juga difungsikan untuk kegiatan pertanian, peternakan, hingga kebutuhan gotong-royong masyarakat, dengan pengawasan dan pengelolaan yang ketat sebagaimana tertuang dalam berita cara penerimaan barang,” jelas Tambajong.
Menurutnya alat berat tersebut merupakan hibah resmi dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang diserahkan kepada kelompok pembudidaya ikan miliknya pada Oktober 2024 melalui mekanisme resmi dan tercatat dalam berita acara serah terima (BAST)..
“Karena ini bantuan dari Kementerian makan tentu pemanfaatannya selalu mendapat pengawasan dari pihak Kementerian. Bagiamana mungkin kami bisa mengelabui. Apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.

Selain mendapat pengawasan ketat melalui mekanisme pelaporan periodik tiga bulan sekali, pengoperasian alat berat itu juga sepengetahuan anggota kelompok yang berjumlah lima belas orang.
“Kami setiap tahun wajib menyampaikan laporan internal ke semua anggota sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas ke anggota,” tutunya.
Sejak menerima bantuan alat berat pada 2024 silam, penggunaan excavator tersebut rupanya memberikan kontribusi besar sekaligus berdampak secara langsung bagi efektivitas bagi Pokdakan terutama pada aspek ekonomi.
“Pemakaian excavator terbuka bagi masyarakat dan organisasi lokal, dengan kontribusi biaya operasional yang dialokasikan semata-mata untuk kebutuhan bahan bakar, perawatan, dan jasa operator. Model ini dinilai efektif dalam menjamin keberlanjutan operasional tanpa membebani pengguna,” kata pria yang telah menorehkan prestasi dan sumbangsih bagi dunia pertanian di Minsel ini.
Sembari menegaskan informasi perihal penyalahgunaan alat berat tersebut adalah informasi sesat dan tak bisa dipertanggungjawabkan.
“Justru sebaliknya, kalau anggota yang menggunakan tidak ada biaya sewa hanya biaya operator dan bahan bakar saja. Kalau di luar anggota tentu disewakan dengan harga yang relatif terjangkau,” tegasnya.
Malahan, dia mengungkapkan niat untuk membantu kepada petani, masyarakat atau organisasi lokal dengan menyewakan alat excavator itu di bawah harga normal Rp. 1.500.000 – 2.000.000/hari.
Hal ini dikuatkan dengan pengakuan mereka yang pernah menyewa excavator tersebut. Seperti pengakuan dari Jemmy Kembau warga desa Rumoong Atas Kecamatan Tareran.
“Saya sempat menyewa excavator tersebut. Dan harganya di bawah dari harga penyewaan excavator lainnya yakni Rp 1.750.000 per hari. Itu jelas sangat membantu serta meringankan kami,” ungkap Kembau.
Pengakuan yang sama juga datang dari Brian R warga Desa Pontak Kecamatan Ranoyapo.
“Kami pernah menyewa excavator dari Rino Tambajong, dengan tarif Rp 1.500.000. Kami merasa diuntungkan karena tarif sewa alat itu termasuk murah,” sebut Brian R.
Terakhir, pria yang juga pernah meraih penghargaan dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia ini menyayangkan harusnya pengoperasian alat berat milik kelompok yang dipimpinnya itu menjadi urusan internal kelompok, tapi anehnya malah pihak luar yang ikut-ikutan mempolemikannya.
(DArK)






